Sumber gambar: http://dakwahmutiarahikmah.blogspot.com/2012/10/arti-cinta-rindu-dan-cemburu-dalam-islam.html
Author: Raisa Hakim
Banyak
orang berbicara tentang masalah ini tapi tidak sesuai dengan yang
sebenarnya. Atau tidak menjelaskan batasan-batasan dan maknanya secara
syar’i. Dan kapan seseorang itu keluar dari batasan-batasan tadi. Dan
seakan-akan yang menghalangi untuk membahas masalah ini adalah salahnya
pemahaman bahwa pembahasan masalah ini berkaitan dengan akhlaq yang
rendah dan berkaitan dengan perzinahan, perkataan yang keji. Dan hal ini
adalah salah. Tiga perkara ini adalah sesuatu yang berkaitan dengan
manusia yang memotivasi untuk menjaga dan mendorong kehormatan dan
kemuliaannya. Aku memandang pembicaraan ini yang terpenting adalah
batasannya, penyimpangannya, kebaikannya, dan kejelekannya. Tiga kalimat
ini ada dalam setiap hati manusia, dan mereka memberi makna dari tiga
hal ini sesuai dengan apa yang mereka maknai.
Cinta (Al-Hubb)
Cinta
yaitu Al-Widaad yakni kecenderungan hati pada yang dicintai, dan itu
termasuk amalan hati, bukan amalan anggota badan/dhahir. Pernikahan itu
tidak akan bahagia dan berfaedah kecuali jika ada cinta dan kasih sayang
diantara suami-isteri. Dan kuncinya kecintaan adalah pandangan. Oleh
karena itu, Rasulullah Sawmenganjurkan pada orang yang meminang untuk
melihat pada yang dipinang agar sampai pada kata sepakat dan cinta,
seperti telah kami jelaskan dalam bab Kedua.
Sungguh telah
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Nasa’i dari Mughirah bin Su’bah r.a
berkata : “Aku telah meminang seorang wanita”, lalu Rasulullah
Sawbertanya kepadaku : “Apakah kamu telah melihatnya ?” Aku berkata :
“Belum”, maka beliau bersabda : “Maka lihatlah dia, karena sesungguhnya
hal itu pada akhirnya akan lebih menambah kecocokan dan kasih sayang
antara kalian berdua”
Sesungguhnya kami tahu bahwa
kebanyakan dari orang-orang, lebih-lebih pemuda dan pemudi, mereka takut
membicarakan masalah “cinta”, bahkan umumnya mereka mengira pembahasan
cinta adalah perkara-perkara yang haram, karena itu mereka merasa
menghadapi cinta itu dengan keyakinan dosa dan mereka mengira diri
mereka bermaksiat, bahkan salah seorang diantara mereka memandang, bila
hatinya condong pada seseorang berarti dia telah berbuat dosa.
Kenyataannya,
bahwa di sini banyak sekali kerancuan-kerancuan dalam pemahaman mereka
tentang “cinta” dan apa-apa yang tumbuh dari cinta itu, dari hubungan
antara laki-laki dan perempuan. Dimana mereka beranggapan bahwa cinta
itu suatu maksiat, karena sesungguhnya dia memahami cinta itu dari
apa-apa yang dia lihat dari lelaki-lelaki rusak dan perempuan-perempuan
rusak yang diantara mereka menegakkan hubungan yang tidak disyariatkan.
Mereka saling duduk, bermalam, saling bercanda, saling menari, dan
minum-minum, bahkan sampai mereka berzina di bawah semboyan cinta.
Mereka mengira bahwa ‘cinta’ tidak ada lain kecuali yang demikian itu.
Padahal sebenarnya tidak begitu, tetapi justru sebaliknya.
Sesungguhnya
kecenderungan seorang lelaki pada wanita dan kecenderungan wanita pada
lelaki itu merupakan syahwat dari syahwat-syahwat yang telah Allah
hiaskan pada manusia dalam masalah cinta. Artinya Allah menjadikan di
dalam syahwat apa-apa yang menyebabkan hati laki-laki itu cenderung pada
wanita, sebagaimana firman Allah Swt :
["Dijadikan indah
pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu :
wanita-wanita, anak-anak,..."] Ali-’Imran : 14
Allah lah
yang menghiasi bagi manusia untuk cinta pada syahwat ini, maka manusia
mencintainya dengan cinta yang besar, dan sungguh telah tersebut dalam
hadits bahwa Nabi Saw bersabda :
["Diberi rasa cinta
padaku dari dunia kalian : wanita dan wangi-wangian dan dijadikan
penyejuk mataku dalam sholat"] HR Ahmad, Nasa’i, Hakim dan Baihaqi.
Andaikan
tidak ada rasa cinta lelaki pada wanita atau sebaliknya, maka tidak ada
pernikahan, tidak ada keturunan dan tidak ada keluarga. Namun, Allah
Swt tidaklah menjadikan lelaki cinta pada wanita atau sebaliknya supaya
menumbuhkan diantara keduanya hubungan yang diharamkan, tetapi untuk
menegakkan hukum-hukum yang disyari’atkan dalam bersuami isteri,
sebagaimana tercantum dalam hadits Ibnu Majah, dari Abdullah bin Abbas
r.a berkata : telah bersabda Rasulullah Saw:
["Tidak terlihat dua orang yang saling mencintai, seperti pernikahan"]
Dan
agar orang-orang Islam menjauhi jalan-jalan yang rusak atau keji, maka
Allah telah menyuruh yang pertama kali agar menundukan pandangan, karena
‘pandangan’ itu kuncinya hati, dan Allah telah haramkan semua
sebab-sebab yang mengantarkan pada fitnah, dan kekejian, seperti
berduaan dengan orang yang bukan mahramnya, bersenggolan, bersalaman,
berciuman antara lelaki dan wanita, karena perkara ini dapat menyebabkan
condongnya hati. Maka bila hati telah condong, dia akan sulit sekali
menahan jiwa setelah itu, kecuali yang dirahmati Allah Swt.
Bahwa
Allah tidak akan menyiksa manusia dalam kecenderungan hatinya. Akan
tetapi manusia akan disiksa dengan sebab jika kecenderungan itu diikuti
dengan amalan-amalan yang diharamkan. Contohnya : apabila lelaki dan
wanita saling pandang memandang atau berduaan atau duduk cerita panjang
lebar, lalu cenderunglah hati keduanya dan satu sama lainnya saling
mencinta, maka kecondongan ini tidak akan menyebabkan keduanya
disiksanya, karena hal itu berkaitan dengan hati, sedang manusia tidak
bisa untuk menguasai hatinya. Akan tetapi, keduanya diazab karena apa
yang dia lakukan. Dan karena keduanya melakukan sebab-sebab yang
menyampaikan pada ‘cinta’, seperti perkara yang telah kami sebutkan. Dan
keduanya akan dimintai tajawab, dan akan disiksa juga dari setiap
keharaman yang dia perbuat setelah itu.
Adapun cinta yang
murni yang dijaga kehormatannya, maka tidak ada dosa padanya, bahkan
telah disebutkan olsebagian ulama seperti Imam Suyuthi, bahwa orang yang
mencintai seseorang lalu menjaga kehormatan dirinya dan dia
menyembunyikan cintanya maka dia diberi pahala, sebagaimana akan
dijelaskan dalam ucapan kami dalam bab ‘Rindu’. Dan dalam keadaan yang
mutlak, sesungguhnya yang paling selamat yaitu menjauhi semua
sebab-sebab yang menjerumuskan hati dalam persekutuan cinta, dan
mengantarkan pada bahaya-bahaya yang banyak, namun …..sangat sedikit
mereka yang selamat.
Rindu (Al-’Isyq)
Rindu
itu ialah cinta yang berlebihan, dan ada rindu yang disertai dengan
menjaga diri dan ada juga yang diikuti dengan kerendahan. Maka rindu
tersebut bukanlah hal yang tercela dan keji secara mutlak. Tetapi bisa
jadi orang yang rindu itu, rindunya disertai dengan menjaga diri dan
kesucian, dan kadang-kadang ada rindu itu disertai kerendahan dan
kehinaan.
Sebagaimana telah disebutkan, dalam ucapan kami
tentang cinta maka rindu juga seperti itu, termasuk amalan hati, yang
orang tidak mampu menguasainya. Tapi manusia akan dihisab atas
sebab-sebab yang diharamkan dan atas hasil-hasilnya yang haram. Adapun
rindu yang disertai dengan menjaga diri padanya dan menyembunyikannya
dari orang-orang, maka padanya pahala, bahkan Ath-Thohawi menukil dalam
kitab Haasyi’ah Marakil Falah dari Imam Suyuthi yang mengatakan bahwa
termasuk dari golongan syuhada di akhirat ialah orang-orang yang mati
dalam kerinduan dengan tetap menjaga kehormatan diri dan disembunyikan
dari orang-orang meskipun kerinduan itu timbul dari perkara yang haram
sebagaimana pembahasan dalam masalah cinta.
Makna ucapan
Suyuthi adalah orang-orang yang memendam kerinduan baik laki-laki maupun
perempuan, dengan tetap menjaga kehormatan dan menyembunyikan
kerinduannya sebab dia tidak mampu untuk mendapatkan apa yang
dirindukannya dan bersabar atasnya sampai mati karena kerinduan tersebut
maka dia mendapatkan pahala syahid di akhirat. Hal ini tidak aneh jika
fahami kesabaran orang ini dalam kerinduan bukan dalam kefajiran yang
mengikuti syahwat dan dia bukan orang yang rendah yang melecehkan
kehormatan manusia bahkan dia adalah seorang yang sabar, menjaga diri
meskipun dalam hatinya ada kekuatan dan ada keterkaitan dengan yang
dirindui, dia tahan kekerasan jiwanya, dia ikat anggota badannya sebab
ini di bawah kekuasaannya. Adapun hatinya dia tidak bisa menguasai maka
dia bersabar atasnya dengan sikap afaf (menjaga diri) dan menyembunyikan
kerinduannya sehingga dengan itu dia mendapat pahala.
Cemburu (Al-Ghairah)
Cemburu
ialah kebencian seseorang untuk disamai dengan orang lain dalam
hak-haknya, dan itu merupakan salah satu akibat dari buah cinta. Maka
tidak ada cemburu kecuali bagi orang yang mencintai. Dan cemburu itu
termasuk sifat yang baik dan bagian yang mulia, baik pada laki-laki atau
wanita.
Ketika seorang wanita cemburu maka dia akan
sangat marah ketika suaminya berniat kawin dan ini fitrah padanya. Sebab
perempuan tidak akan menerima madunya karena kecemburuannya pada suami,
dia senang bila diutamakan, sebab dia mencintai suaminya. Jika dia
tidak mencintai suaminya, dia tidak akan peduli (lihat pada bab I). Kita
tekankan lagi disini bahwa seorang wanita akan menolak madunya, tetapi
tidak boleh menolak hukum syar’i tentang bolehnya poligami. Penolakan
wanita terhadap madunya karena gejolak kecemburuan, adapun penolakan dan
pengingkaran terhadap hukum syar’i tidak akan terjadi kecuali karena
kelalaian dan kesesatan. Adapun wanita yang shalihah, dia akan menerima
hukum-hukum syariat dengan tanpa ragu-ragu, dan dia yakin bahwa padanya
ada semua kebaikan dan hikmah. Dia tetap memiliki kecemburuan terhadap
suaminya serta ketidaksenangan terhadap madunya.
Kami
katakan kepada wanita-wanita muslimah khususnya, bahwa ada bidadari yang
jelita matanya yang Allah Swt jadikan mereka untuk orang mukmin di
sorga. Maka wanita muslimat tidak boleh mengingkari adanya ‘bidadari’
ini untuk orang mukmin atau mengingkari hal-hal tersebut, karena
dorongan cemburu. Maka kami katakan padanya :
Dia tidak tahu apakah dia akan berada bersama suaminya di surga kelak atau tidak.
Bahwa cemburu tidak ada di surga, seperti yang ada di dunia.
Bahwasanya Allah Swt telah mengkhususkan juga bagi wanita dengan
kenikmatan-kenikmatan yang mereka ridlai, meski kita tidak mengetahui
secara rinci.
Surga merupakan tempat yang kenikmatannya
belum pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terbetik
dalam hati manusia, seperti firman Allah Swt
["Seorangpun
tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu
(bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan
terhadap apa yang telah mereka kerjakan"] As-Sajdah : 17
Oleh
karena itu, tak seorang pun mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka
dari bidadari-bidadari penyejuk mata sebagai balasan pada apa-apa yang
mereka lakukan. Dan di sorga diperoleh kenikmatan-kenikmatan bagi mukmin
dan mukminat dari apa-apa yang mereka inginkan, dan juga didapatkan
hidangan-hidangan, dan akan menjadi saling ridho di antara keduanya
sepenuhnya. Maka wajib bagi keduanya (suami-isteri) di dunia ini untuk
beramal sholeh agar memperoleh kebahagiaan di sorga dengan penuh
kenikmatan dan rahmat Allah Swt yang sangat mulia lagi pemberi rahmat.
Adapun
kecemburuan seorang laki-laki pada keluarganya dan kehormatannya, maka
hal tersebut ‘dituntut dan wajib’ baginya karena termasuk kewajiban
seorang laki-laki untuk cemburu pada kehormatannya dan kemuliaannya. Dan
dengan adanya kecemburuan ini, akan menolak adanya kemungkaran di
keluarganya. Adapun contoh kecemburuan dia pada isteri dan anak-anaknya,
yaitu dengan cara tidak rela kalau mereka telanjang dan membuka tabir
di depan laki-laki yang bukan mahramnya, bercanda bersama mereka, hingga
seolah-olah laki-laki itu saudaranya atau anak-anaknya.
Anehnya
bahwa kecemburuan seperti ini, di jaman kita sekarang dianggap
ekstrim-fanatik, dan lain-lain. Akan tetapi akan hilang keheranan itu
ketika kita sebutkan bahwa manusia di jaman kita sekarang ini telah
hidup dengan adat barat yang jelek. Dan maklum bahwa masyarakat barat
umumnya tidak mengenal makna aib, kehormatan dan tidak kenal kemuliaan,
karena serba boleh (permisivisme), mengumbar hawa nafsu kebebasan saja.
Maka orang-orang yang mengagumi pada akhlaq-akhlaq barat ini tidak mau
memperhatikan pada akhlaq Islam yang dibangun atas dasar penjagaan
kehormatan, kemuliaan dan keutamaan.
Sesungguhnya
Rasulullah Saw telah mensifati seorang laki-laki yang tidak cemburu pada
keluarganya dengan sifat-sifat yang jelek, yaitu ‘Dayyuuts’. Sungguh
ada dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabraani dari Amar bin
Yasir r.a, serta dari Al-Hakim, Ahmad dan Baihaqi dari Abdullah bin Amr
r.a, dari Nabi Saw bahwa ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga
yaitu peminum khomr, pendurhaka orang tua dan dayyuts. Kemudian Nabi
menjelaskan tentang dayyuts, yaitu orang yang membiarkan keluarganya
dalam kekejian atau kerusakan, dan keharaman.
Wallahu a’lam
1 komentar:
assalamua'laikum izin share.
Posting Komentar